Sebuah kecelakaan merengut kakak laki-laki yang dikasihinya dan juga kemampuannya untuk berjalan. Karena hal tersebut, wanita muda yang bernama Lidia ini kehilangan semangat hidup bahkan sempat mencoba bunuh diri.
"Menurut cerita kakakku, karena keluarga terlambat datang, Lidia sempat dimasukkan ke ruang mayat. Mereka pikir Lidia meninggal juga seperti abang, karena kondisiku saat itu sangat parah. Usus Lidia kelihatan dan tulang pinggulnya remuk. Aku saat itu merasa kedua kakiku sudah tidak ada."
Setelah koma selama tujuh hari di rumah sakit akhirnya Lidia mulai sadar. Kondisinya saat itu belum pulih benar, dan sebuah kebenaran yang menyedihkan membuatnya sangat terpukul. Selama ini keluarga menutup rapat-rapat kematian kakak laki-lakinya, namun sebuah SMS secara tak sengaja dibaca oleh Lidia.
"Isi SMS itu membuat aku tahu bahwa abangku sudah meninggal. Semua orang sudah menipu aku selama ini. Aku sangat marah saat itu, marah kepada semua orang. Ternyata abang aku sudah meninggal, mengapa tidak ada yang jujur memberitahu Lidia."
Lidia sempat histeris dan tidak mau seorang pun menyentuhnya untuk menenangkannya dan menghiburnya. Kemarahannya tidak berhenti pada orang-orang disekelilingnya, Lidia pun sempat kecewa kepada Tuhan.
"Saya kecewa sama Tuhan, saya bilang sama Tuhan, ‘Tuhan, aku ini hambaMu. Aku guru sekolah minggu. Aku cinta sama Tuhan. Tapi kenapa Tuhan ijinkan semua ini terjadi sama Lidia? Terjadi pada abang Lidia. Tuhan ambil orang yang Lidia sayangi. Apakah aku berdosa ya..Tuhan? Kenapa Tuhan ijinkan hal ini terjadi sama aku?"
Berbagai pertanyaan muncul dan menjadi jeritan hati Lidia kepada Tuhan. Kekecewaan yang begitu mendalam berbekas dihatinya. Bahkan kakinya yang harus menjalani operasi berkali-kali menambah rasa frustrasi yang dirasakan oleh Lidia.
"Sudah fisikku seperti ini, Tuhan...tapi mengapa aku masih harus berkali-kali di operasi lagi? Apa kurang cukup apa yang sudah kualami ini Tuhan?" cerita Lidia sambil bercucuran air mata.
Saat Lidia melihat teman-temannya atau orang lain yang bisa berjalan normal, timbul keinginannya untuk bisa berjalan kembali. Namun melihat kondisinya saat itu, Lidia menjadi berkecil hati.
"Kakiku seperti ini Tuhan, aku rindu seperti mereka. Kaki mereka mulus-mulus dan cantik, tapi kaki Lidia tidak bisa berfungsi seperti dulu lagi dan selain itu banyak bekas jahitannya."
Hanya kematian yang sering menjadi kerinduan bagi Lidia. Baginya kehidupan ini sudah tidak menjanjikan harapan lagi.
"Setiap malam sebelum tidur, aku selalu berdoa,'Tuhan, aku ingin besok pagi kalau aku bangun pagi, aku sudah bersama Tuhan.' Selain itu juga Lidia juga pernah mencoba bunuh diri dengan minum antibiotik melebihi dosis. Aku hanya ingin lari dari semua keadaan ini, dan tidak merasakan penderitaan lagi. Lalu waktu itu, pandangan Lidia terarah pada sebuah pajangan Tuhan Yesus yang sedang memikul salib. Dan hati kecil Lidia seakan berkata, ‘Yesus saja sebagai Tuhan mau menjalani semua penderitaan itu. Dia mau di caci maki, mau di cambuk, mau disalibkan bahkan mau mati untuk aku. Lalu siapakah aku mau mengambil nyawaku sendiri?' Akhirnya lewat kejadian itu aku batal bunuh diri."
Setelah itu, berkat dukungan dari orang tua dan saudara-saudaranya yang sangat menyayanginya, semangat hidup Lidia kembali.
"Karena aku sayang orangtuaku, kalau aku di depan orangtuaku aku berusaha tegar. aku berusaha untuk selalu semangat. Karena kalau aku semangat, kedua orangtuaku juga menjadi semangat. Aku merasa sangat beruntung memiliki keluarga yang sangat menyayangiku, dan selalu menguatkanku."
Pemulihan yang Tuhan lakukan tidak berhenti disitu. Sebuah peristiwa membuat pradigma Lidia berubah total. Lidia menonton kisah nyata seorang pria muda bernama Nick Vujicic. Nick lahir tanpa tangan dan kaki namun sangat bersemangat untuk melayani Tuhan.
"Lidia melihat Nick, Lidia menjadi malu. Nick yang tidak punya tangan dan kaki saja sangat bersemangat melayani Tuhan. Mengapa aku yang masih punya tangan dan kaki, aku tidak bisa? Aku pasti bisa. Yang sebelumnya aku berpikir bahwa aku adalah orang yang paling menderita di dunia ini, namun ketika melihat Nick yang sangat mencintai Tuhan, aku sangat dikuatkan."
Waktu itu Lidia harus menjalani suatu operasi lagi. Tiga hari setelah selesai operasi dan masih di rawat di rumah sakit, ada suatu acara natal di rumah sakit tersebut. Lidia meminta ijin pada dokter untuk bisa mengisi acara dalam natal tersebut.
"Aku dilepas infusnya dan dibawa ke acara tersebut. Aku dibopong keatas panggung, disana aku menyanyi, dan berpuisi dengan menggunakan kursi roda. Saat itu, aku tidak lagi merasa minder. Aku sangat bahagia sekali."
Pengharapan Lidia pada Tuhan Yesus tidak sia-sia. Semakin lama, kondisi Lidia menjadi semakin membaik.
"Kaki aku semakin membaik. Mungkin karena kakinya sudah sering digunakan, saraf-sarafnya semakin berfungsi. Aku sudah bisa berjalan dengan baik, dan melakukan berbagai pekerjaan dirumah. Setiap Minggu aku berusaha untuk selalu nyanyi di gereja, selain itu juga sering diundang untuk mengisi acara-acara pernikahan."
Sebuah doa dipanjatkan Lidia, suatu ucapan syukur atas karya Tuhan dalam liku-liku kehidupannya.
"Aku bersyukur pada Tuhan. Walaupun secara fisik tidak seperti dulu lagi, kakiku mungkin mengecil, dan ada banyak bekas-bekas luka ditubuhku, namun jangan biarkan imanku yang menjadi kecil. Pakai yang saat ini masih ada padaku untuk menyatakan kemuliaanMu."
Dan inilah yang dipercayai Lidia dalam menjalani hari-harinya,"Sekalipun teman-temanku, dan kekasihku yang di dunia ini meninggalkan aku dalam kondisiku seperti ini, namun Yesus, kekasihku yang sejati tidak pernah meninggalkanku."
Tuhan tidak pernah meninggalkan Lidia dalam keadaan apapun, demikian juga Dia tidak pernah meninggalkan Anda. Tuhan Yesus selalu bersama dengan Anda, apapun keadaan Anda. (kisah ini ditayangkan 17 Februari 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel) Sumber Kesaksian:Lidya Wetty
Sumber : V090212163930